MENU

Iklan

Mobile Apps

PENYALAHGUNAAN LPG BERSUBSIDI DI SIDOARJO

Jumat, 24 Oktober 2025, Oktober 24, 2025 WIB Last Updated 2025-10-25T06:57:51Z

 

Penanggung jawab M. Ansory perusahaan 


SIDOARJOKabar Indonesia Utama — Sebuah perusahaan yang berlokasi di Desa Swalow Utar RT 05/RW 02, Jalan Mayjen Sungkono, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, diduga kuat menjalankan operasional tanpa mencantumkan status badan hukum (PT ataupun CV) dan menggunakan tabung LPG bersubsidi secara ilegal.


Penanggung jawab perusahaan tersebut adalah M. Ansory, warga Desa Kramatjeguh, Kecamatan Trosobo, Sidoarjo. 


Ia mengakui bahwa di lokasi usaha terdapat 19 tabung LPG subsidi ukuran 13 kg yang dialokasikan untuk kegiatan produksi (oven panel listrik), padahal subsidi seharusnya hanya diperuntukkan bagi rumah tangga atau masyarakat berhak.

Lebih lanjut, Ansory menyebut bahwa badan usaha itu belum menampilkan tulisan “PT” atau “CV” sebagaimana lazim dan baru aktif sekitar dua tahun dengan jumlah karyawan sebanyak tujuh orang. Ia juga menyatakan bahwa pemakaian tabung bersubsidi “disetujui oleh RT/RW” setempat dan bahwa keberadaan tabung subsidi tersebut memang benar digunakan di lokasi usahanya.



“Iya kita pakai LPG subsidi, dan keterangan dari verifikasi perizinan jadi satu dengan perusahaan induk kalau yang ini perusahaan cabang.” Ungkapnya



Di samping itu, perusahaan mengakui bahwa terhadap ketujuh karyawannya tidak tersedia jaminan keselamatan kerja (safety) maupun kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Gambar LPG BERSUBSIDI yang nampak berada di lokasi perusahaan yang mengaku sebagai UMKM.


Penggunaan LPG bersubsidi oleh badan usaha semacam ini menghadirkan potensi pelanggaran serius terhadap regulasi nasional. Beberapa pasal yang dapat diterapkan adalah:


Berdasarkan Undang‑Undang Nomor 6 Tahun 2023 (bagian dari paket omnibus law) yang mengubah Undang‑Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yaitu Pasal 40 angka 9—yang mengubah Pasal 55 UU 22/2001—menyebut bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar gas atau LPG yang disubsidi pemerintah dapat dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling tinggi Rp 60 miliar.


Selain itu, pelaku juga bisa dikenakan sanksi berdasarkan Undang‑Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu Pasal 62 junto Pasal 8 ayat (1), dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp 2 miliar.


Ada pula kemungkinan penerapan undang-undang terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) jika terbukti aliran dana dari usaha ilegal tersebut.


Kasus ini mengindikasikan beberapa implikasi penting:


  • 1. Subsidi LPG negara tidak tepat sasaran — penggunaan oleh usaha komersial bisa menimbulkan kerugian bagi negara dan mengurangi kuota yang seharusnya untuk rumah tangga.

  • 2. Legalitas badan usaha diragukan — penggunaan tanpa mencantumkan status PT/CV dan dijalankan sebagai “cabang” tanpa kejelasan.

  • 3. Perlindungan hak karyawan terabaikan — tidak ada keamanan kerja maupun perlindungan BPJS Ketenagakerjaan.


Lokasi dalam perusahaan 



Pihak redaksi merekomendasikan agar instansi terkait, seperti dinas energi, BBM, dan pengawas ketenagakerjaan, melakukan langkah berikut:


Verifikasi legalitas badan usaha, apakah benar berstatus cabang dari perusahaan induk atau hanya modus.


Audit penggunaan LPG bersubsidi di lokasi usaha, memastikan bahwa kegunaannya sesuai regulasi.


Investigasi perlindungan tenaga kerja dalam usaha tersebut — termasuk BPJS dan standar keselamatan kerja.



Dengan pengakuan langsung dari M. Ansory serta fakta bahwa perusahaan belum mencantumkan status badan hukum, dan pemakaian tabung subsidi di luar ketentuan, maka terdapat dugaan kuat pelanggaran regulasi yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau administratif. 


Perkembangan lebih lanjut akan terus diliput/redaksi akan menunggu tanggapan resmi dari pihak perusahaan maupun aparat penegak hukum.BERSAMBUNG !! (Tim/Red)

Komentar

Tampilkan

  • PENYALAHGUNAAN LPG BERSUBSIDI DI SIDOARJO
  • 0

Bitcoin